Bisa dibilang, Juny “Acong” Maimun adalah seorang survivor. Ketika ditemui di sela-sela kesibukannya, founder dan CEO Indowebster yang berusia 34 tahun ini duduk santai di sebuah sofa biru di kantor Indonesia Data Center (IDC), sebuah ruangan yang memiliki puluhan kursi empuk, lift yang terasa seperti sebuah pesawat ruang angkasa, dan ruang kaca besar diisi dengan rak, kabel, dan router raksasa. Kantor yang terletak di sebuah bangunan biasa di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan ini tampak seperti tempat dimana Johnny Depp dan Rebecca Hall menciptakan kecerdasan buatan dengan tujuan untuk mendominasi dunia dalam film Transcendence. Saat ini, produk utama Acong, Indowebster merupakan platform file hosting multimedia gratis terbesar di Indonesia. Sejak meluncurkan bisnis pertamanya pada tahun 1998, bagaimanapun, Acong bersikap relatif angkuh terhadap media, sebuah langkah yang membuat banyak orang bertanya-tanya dan membuatnya menjadi salah satu pahlawan startup di Indonesia yang sulit dipahami. Acong tertawa dan berkata, “Saya melihat banyak startup berbicara tentang konsep, ide-ide dan produk. Mereka berpikir bahwa mereka sudah memiliki pengetahuan 100 persen menjalankan startup mereka, tapi sebenarnya hanya 25 persen.”
Pada akhir 1990-an, Acong sudah membuat reputasinya sendiri
saat berkuliah di Stamford College di Malaysia sebagai hacker muda pemberani
dari Riau yang bisa meretas sistem siapapun, meminjam sumber coding website
mereka, dan mengubahnya menjadi “sesuatu yang lebih menyenangkan.” Senyum
tersungging di wajah Acong saat ia menjelaskan, “Itu bukan untuk tujuan bisnis,
tapi hanya untuk menambah pengetahuan saya sendiri. Dari sana, saya akan
menemukan banyak bug dari sebuah sistem dan belajar bagaimana mencegahnya.” Itu
tidak lama sebelum akhirnya perusahaan teknologi di Asia Tenggara mengetahui
Acong dan mulai mendekatinya untuk menguji sistem mereka. Pada tahun 2002, ia
berhenti kuliah setelah mengunjungi Jakarta selama akhir semester dan membuka
perpaduan warnet biasa yang dijadikan sekaligus sebagai pusat bermain game
pertama di Jakarta, yang kemudian ia beri nama AMPM untuk mencerminkan lama
operasionalnya yakni 24 jam non-stop. Menurut Acong, bisnis itu begitu sukses
sehingga ia mampu menghasilkan profit dalam waktu delapan bulan.
Selama bertahun-tahun, para pelanggan bisa melakukan browsing, bermain game
multiplayer seperti Counter Strike, dan bahkan membuat game sendiri menggunakan
DotA, sebuah modifikasi arena pertempuran online untuk Warcraft. Tiga model
bisnis ini membuat warnet Acong menjadi tempat terpopuler untuk para techy di
Jakarta. Merujuk pada bandwith lokal, Acong mengatakan, “Orang-orang bermain
game sepanjang waktu, tetapi kemudian ISP saya akan mengeluh dan berkata,
‘Acong! Bisakah kamu matikan untuk sementara waktu? “Pelanggan saya sangat
bahagia, bahkan mengeluh kepada ISP mereka dengan mengatakan bahwa mereka lebih
memilih membeli dari saya, tetapi pada waktu itu saya hanya menyediakan bandwidth.”
Kebutuhan pasar yang disayangkan
Tanpa disadari, Acong menjadikan dirinya sebagai pesaing
bagi semua penyedia layanan internet lainnya di Jakarta. Orang-orang tiba-tiba
menuntut koneksi internet berkecepatan tinggi setara dengan apa yang ia
tawarkan di AMPM. Ia menjelaskan, “Saya mulai menjual ulang bandwidth orang
lain, tapi kemudian mereka tidak bisa menjalankan game. Jadi pada saat itu saya
hanya berkata, ‘Oke mari kita membangun ISP kita sendiri.’” Acong mengingat
saat itu dan mengakui bahwa itu di luar kemampuannya. Ia mengatakan, “Saya
tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya. Saya tidak tahu apa-apa tentang ISP. Saya hanya tahu bagaimana
menjual bandwidth dan membuat ulang bandwidth, dan hanya itu.” Pada tahun 2006,
perusahaan pemeliharaan jaringan dan konsultan IT AMPM didirikan di bawah nama
PT Maxindo. Kini AMPM diakui sebagai salah satu penyedia layanan internet
terkemuka di negeri ini. Acong menyebut ISP-nya sebagai sesuatu yang
“disayangkan”, yang membutuhkan banyak tenaga, tetapi juga salah satu yang
telah benar-benar bisa berjalan sendiri. “Bahkan jika saya ingin, saya tidak
bisa menghentikannya sekarang,” katanya sambil menghela napas. “Orang-orang
membutuhkannya!”
Undangan terbuka
Pada bulan April tahun berikutnya, Acong mendirikan
Indowebster, website file hosting multimedia asal Indonesia yang terkenal di
dunia (seperti YouTube) yang kini sudah dikenal oleh banyak orang di Indonesia.
Tujuh tahun setelah berdirinya Indowebster, Acong akhirnya siap untuk melakukan
diversifikasi, dan secara aktif mencari investor pihak luar pertamanya.
Meskipun Indowebster menghadapi tantangan investasi yang unik seperti fakta
bahwa mayoritas konten di website tersebut adalah ilegal, Acong tetap tenang,
dan percaya diri bahwa perusahaan ini akan beradaptasi dan bertahan. “Jika kami
menemukan investor yang tepat, seharusnya tidak ada masalah,” katanya. Di masa lalu, ia bersikeras menginginkan
investor dari Indonesia saja, tapi kini tampaknya Acong tidak begitu
pilih-pilih. Dengan berkeyakinan bahwa persaingan adalah hal yang baik, ia
mengajak semua investor untuk menghubunginya, asalkan bukan perusahaan layanan
komputer asal China yang dipimpin oleh Pony Ma. Acong mengatakan, “Bagi saya,
tidak masalah jika mereka asing atau lokal, tapi mudah-mudahan tidak Tencent!”
Meski ia menolak berkomentar tentang hal itu, Acong menyebutkan bahwa setelah
mengunjungi gedung kantor dengan jumlah lantai 26 milik Tencent di Shenzhen
pada pertengahan 2009, ia ingin kembali ke Indonesia dan membangun sebuah
gedung berlantai 27, satu lantai lebih tinggi dari markas Tencent. Acong
bersandar di sofa biru yang nyaman dan mengabaikan panggilan telepon yang
masuk. Ia menunjuk sekelompok orang yang bekerja di depan laptop di luar
jendela ruang rapatnya. “Saya membimbing para entrepreneur tersebut,” katanya
sungguh-sungguh. “Saran terbaik saya: bertahan hidup! Jika Anda terus bertahan
untuk beberapa tahun pertama, maka Anda dapat beradaptasi dengan pasar dan
menemukan model yang baik untuk Anda.” Sebagai orang yang berhasil bertahan,
Acong tentunya bisa menjamin strategi tersebut.
Sumber: Dari seorang hacker, pahlawan, hingga legenda data: Juny “Acong” Maimun menceritakan kisah di balik Indowebster http://id.techinasia.com/juny-acong-maimun-menceritakan-kisah-di-balik-indowebster/




0 comments:
Post a Comment